MAKALAH ”PEMBUATAN PULP DAN KERTAS DARI AMPAS TEBU DENGAN PROSES ACETOSOLV”
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kita semua tentu sering menggunakan kertas untuk berbagai kepentingan, baik untuk menulis, membaca, atau untuk membungkus gorengan barangkali. Kertas yang sering kita gunakan itu biasanya terbuat dari kayu yang diolah dengan teknologi modern sehingga sampai ke tangan kita.
Penggunaan kertas di dunia saat ini telah mencapai angka yang sangat tinggi. Menyikapi hal ini pemerintah berencana menjadi produsen pulp dan kertas terbesar dunia (Syafii, 2000). Permasalahannya adalah, produsen pulp dan kertas di tanah air pada umumnya menggunakan kayu hutan sebagai bahan baku. Simajuntak (1994) mengemukakan 90% pulp dan kertas yang dihasilkan menggunakan bahan baku kayu sebagai sumber bahan berserat selulosa. Dapat diprediksikan bahwa akan terjadi eksploitasi hutan secara besar-besaran apabila kelak Indonesia menjadi produsen pulp terbesar di dunia. Terganggunya kestabilan lingkungan menjadi dampak yang perlu mendapat perhatian khusus. Untuk mengatasi hal ini pemerintah harus mencari alternatif penggunaan kayu hutan sebagai bahan baku pembuat pulp dan kertas.
Pulp diproduksi dari bahan baku yang mengandung selulosa. Baskoro (1986) mengatakan bahwa ampas tebu (bagase), limbah dari batang tebu setelah dilakukan pengempaan dan pemerasan, secara umum mempunyai sifat serat yang hampir sama dengan sifat serat kayu daun lebar. Berdasarkan pustaka (Paturau, 1982), komponen utama ampas tebu terdiri dari serat sekitar 43-52%, dan padatan terlarut 2-3%. Panjang serat 1,43 mm dan nisbah antara panjang serat dangan diameter 138,43 (Baskoro,1986). Lampung memiliki pabrik pengolahan tebu menjadi gula yang menghasilkan ampas tebu (bagase) sebagai limbah pengolahan, tetapi menurut pengamatan bagase yang dihasilkan belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga keberadaannya yang menggunung menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan.
Proses pembuatan pulp pada umumnya menggunakan proses kimia, yaitu proses soda, sulfat (kraft), sulfit, dan organosolv. Hasil penelitian mengenai pembuatan pulp dengan proses soda-antraquinon dengan bahan baku serbuk menunjukkan reaksi yang baik dalam rendemen maupun sifat lain dari pulp yang dihasilkan. Namun produksi pulp secara kimia menimbulkan pencemaran yang cukup serius karena hasil samping yang diproduksi. Polutan atau limbah utama yang dihasilkan adalah komponen gas yang mengandung senyawa sulfur dan klor yang dihasilkan dari proses kraft atau sulfit dengan larutan pemasak Na2S atau NaHSO2 (Simanjutak, 1994).
Dengan keluarnya larangan pemerintah dalam investasi baru dibidang industri menggunakan klorin dan kepada industri yang terlanjur menggunakannya secara bertahap akan disingkirkan (Suara Pembaruan, 3 Mei 1994 dalam Simanjutak, 1994), membuat industri pulp dan kertas dalam kondisi terancam. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan bahan-bahan organik dalam produksi pulp dan kertas. Penggunaan pelarut organik sebagai bahan pemasak pulp disebut dengan proses organosolv (Young dan Akhtar, 1998).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan pada makalah ini adalah :
1. Apakah ampas tebu atau bagase bisa menjadi alternatif sebagai bahan baku pembuat pulp dan kertas ?
2. Bagaimana proses pembuatan pulp dan kertas dari bahan baku ampas tebu dengan proses acetosolv?
1.3 Tujuan
1. Mempublikasikan ampas tebu atau bagase menjadi alternatif sebagai bahan baku pembuat pulp dan kertas dengan proses acetosolv.
2. Mempublikasikan proses pembuatan pulp dan kertas dari bahan baku ampas tebu dengan proses acetosolv.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Kimia Kayu dan Pulp
1.4 Manfaat
Hasil penyusunan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Alternatif pengganti penggunaan kayu hutan sebagai bahan baku pembuat pulp dan kertas.
2. Sebagai referensi bagi penelitian atau pembuatan makalah sejenis.
BAB II
ISI
2. 1 TEBU (SACCHARUM)
Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.
Klasifikasi ilmiah dari tebu:
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Saccharum
Gambar 1. Tebu
a. Bagase
Gambar 2. Bagase
Bagase adalah hasil samping industri gula yang merupakan residu berserat dari tanaman tebu (Saccharum officinarum) setalah dilakukan ekstraksi dan pengempaan (Casey, 1960). Menurut Baskoro (1986) bagase mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi kimia kayu daun lebar, kecuali kadar airnya. Misra (1980 dalam Baskoro, 1986) menyebutkan bahwa bagase terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1) kulit (rind) yang meliputi epidermis, kortek, dan perisikel, (2) ikatan serat pembuluh, (3) jaringan dasar (parenkim) atau pith dengan ikatan yang tersebar tidak teratur. Ampas tebu merupakan limbah lignoselulosa yang dihasilkan oleh pabrik gula setelah tebu diambil niranya.
Komponen utama ampas tebu antara lain fiber (serat) sekitar 43 – 52 %, air 46 – 52 %, dan padatan terlarut 2 – 3 %. Syarat bahan baku yang dapat dijadikan pulp dan kertas adalah bahan baku yang mempunyai serat yang panjang, luas dengan kadar hemiselulosa tinggi dan ampas tebu memiliki syarat tersebut
Berdasarkan penelitian tentang dimensi serat, bagase yang dipakai untuk bahan baku pulp dan kertas oleh PT Kertas Leces, Probolinggo, rata-rata memiliki panjang serat 1,43 mm, diameter 10,33 nm, tebal dinding serat 0,68 nm, diameter lumen 8,51 nm, dan nisbah serat dengan diameter serat 138,43 (Baskoro,1986).
Pemisahan jaringan dasar merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas bagase, sebagai bahan baku proses pulping (Ruwelih,1990). Secara umum disepakati bahwa pith (parenkim) harus dihilangkan dari bagase, jika kelak akan digunakan untuk produksi pulp kimia yang menghasilkan kertas dengan kualitas baik (Stephenson, 1951 dalam Baskoro 1986). Clark (1985) menyebutkan bahwa bagase mengandung 25%-35% pith yang terdiri dari sel-sel parenkim, jika tidak dihilangkan maka akan menyerap larutan pemasak kimia dan tidak diharapkan untuk kertas.
b. Klasifikasi kelas kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas
Kualitas Keterangan
Kelas I Serat panjang sampai panjang sekali, dinding sel tipis sekali dan lumen lebar. Serat akan mudah digiling. Diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan tarik yang tinggi.
Kelas II Serat kayu sedang sampai panjang, mempunyai dinding sel tipis dan lumen agak lebar. Serat akan mudah menggepeng waktu digiling dan ikatan seratnya baik. Serat jenis ini diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan tarik cukup tinggi.
Kelas III Serat kayu berukuran pendek sampai sedang, dinding sel dan lumen sedang. Dalam lembaran pulp kertas, serat agak menggepeng dan ikatan antar seratnya masih baik. Diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan tarik sedang.
Kelas IV Serat kayu pendek, dinding sel tebal dan lumen serat sempit. Serat akan sulit menggepeng waktu digiling. Jenis ini diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan tarik yang rendah.
2. 2 SELULOSA
Selulosa merupakan bagian utama susunan jaringan tanaman berkayu, bahan tersebut terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan jamur. Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas dan produk turunan kertas lainnya.
Selulosa merupakan komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas. Selulosa, oleh Casey (1960), didefinisikan sebagai karbohidrat yang dalam porsi besar mengandung lapisan dinding sebagian besar sel tumbuhan. Winarno (1997) menyebutkan bahwa selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Macdonald dan Franklin (1969) menyebutkan bahwa selulosa adalah senyawa organik yang terdapat paling banyak di dunia dan merupakan bagian dari kayu dan tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Fengel dan Wegener 1995) menyatakan bahwa selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri.
a. Lignin
Lignin merupakan bagian terbesar dari selulosa. Penyerapan sinar (warna) oleh pulp terutama berkaitan dengan komponen ligninnya. Untuk mencapai derajat keputihan yang tinggi, lignin tersisa harus dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari gugus yang menyerap sinar kuat sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat selulosa yang kecil menjadi serat-serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan asam tetapi mudah larut dalam alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida lainnya.
b. Delignifikasi
Ada beberapa metode untuk pembuatan pulp yang merupakan proses pemisahan selulosa dari senyawa pengikatnya, terutama lignin yaitu secara mekanis, semikimia dan kimia. Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari larutan pemasak yang digunakan, yaitu proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lain-lain.
Pembuatan pulp pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu :
1. Pembuatan Pulp Mekanik, merupakan proses penyerutan kayu dimana kayu gelondong setelah dikuliti diserut dalam batu asah yang diberi semprotan air. Akibat proses ini banyak serat kayu yang rusak.
2. Pembuatan Pulp Secara Kimia adalah proses dimana lignin dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak.
a. Pembuatan Pulp Sulfit
Pulp sulfit rendemen tinggi dapat dihasilkan dengan proses sulfit bersifat asam, bisulfit atau sulfit bersifat basa.
b. Pembuatan Pulp Sulfat(kraft)
Proses ini menggunakan natrium sulfat yang direduksi didalam tungku
pemulihan menjadi natrium sulfit, yang merupakan bahan kimia kunci yang dibutuhkan untuk delignifikasi.
c. Pembuatan Pulp Soda
Proses soda umumnya digunakan untuk bahan baku dari limbah pertanian seperti merang, katebon, bagase serta kayu lunak.
d. Organosolv
Organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter (Donough, 1993). Beberapa senyawa organik yang dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses delignifikasi ini adalah:
1. Waktu pemasakan
2. Konsentrasi larutan pemasak
3. Pencampuran bahan
4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku
5. Ukuran bahan
6. Suhu dan Tekanan
7. Konsentrasi Katalis
2. 3 ORGANOSOLV
Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya produksi, dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).
Proses alcell telah memasuki tahap pabrik percontohan di beberapa negara misalnya di Kanada dan Amerika Serikat, sedangkan proses acetocell mulai diterapkan dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, rendemen tinggi, dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik.
2. 4 PROSES ACETOSOLV
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses acetosolv. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi, dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft (Simanjutak, 1994). Lebih dari itu Aziz dan Sarkanen (1989) menguatkan pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa rendemen pulp lebih tinggi, pendauran lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, dapat diperoleh hasil samping berupa lignin dan furfural dengan kemurnian yang relatif tinggi, dan ekonomis dalam skala yang relatif kecil. Nimz dan Casten (1984 dalam Muladi, 1992), yang mempatenkan proses pulping dengan menggunakan asam asetat terhadap kayu atau tanaman semusim ditambah sedikit garam asam sebagai katalisator, menyebutkan bahwa keuntungan dari proses acetosolv adalah bahwa bahan pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu proses tersebut dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan organik.
2. 5 ASAM ASETAT
Gambar 3. Asam Asetat
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
2. 6 PULPING PROSES DALAM SKEMA PEMBUATAN KERTAS
Gambar 4. Skema pembuatan kertas
Secara garis besar ada 2 tahapan proses pembuatan kertas, yaitu;
1. Proses membuat pulp atau bubur kertas; dari skema diatas dimulai dari "woodyard" sampai dengan proses pemutihan atau "bleaching",
2. Proses membuat lembaran kertas; dimulai saat bubur kertas atau pulp mulai masuk ke mesin kertas atau paper mesin sampai dengan lembaran kertas tergulung rapi dalam gelondongan atau roll.
Pada prakteknya kedua proses besar diatas tidaklah perlu menjadi satu kesatuan proses dalam suatu pabrik kertas atau terintegrasi. Bukannya tidak umum suatu pabrik kertas harus membeli bubur kertas dari perusahaan pulp. Pabrik kertas tersebut hanya memiliki mesin kertas saja. Demikian pula suatu pabrik bubur kertas atas pertimbangan strategi bisnisnya, hanya mempunyai mesin "pulping" bubur kertas saja. Walaupun proses pembuatan pulp dan kertas adalah dua proses yang berbeda, namun mereka terkait erat satu sama lain dan saling mempengaruhi dalam proses dan produksi lembaran kertas. Seperti air sungai dimana air di hilir dipengaruhi oleh sumber di hulu.
2. 7 PEMBUATAN PULP DAN KERTAS DARI AMPAS TEBU DENGAN PROSES ASETOSOLV
2. 7. 1 Pelaksanaan
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah oven, rotary digester, disintegrator, hidrolic screener, centrifuge, niagara heater hollander, canadian standar freeness, stock chest, alat pres lembaran pulp, ember, saringan kawat, alat pembentuk lembaran pulp, tearing tester, folding tester, dan brightness tester.
Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp adalah 24 kg bagase. Larutan pemasak yang digunakan adalah asam asetat glasial (konsentrasi 96%) sebanyak 168 L dan 72 L air.
B. Persiapan Bagase
Proses pembuatan pulp dimulai dengan mencuci ampas tebu dan dijemur sampai kering, kemudian dihilangkan empulurnya dengan menumbuk ampas tebu sampai tinggal serat-seratnya (depithing), ditampi kemudian diambil 1000 g per satu kali masak.
C. Pemasakan Pulp
Pemasakan dilakukan dengan pelarut asam asetat dan air (proses acetosolv). Sebanyak 1000 g ampas tebu dimasukkan ke dalam rotary digester (alat pemasak, gambar 5 ). Pemasakan menggunakan perbedaan konsentrasi asetat yang berbeda (100%,80%, dan 60%) dan nisbah larutan pemasak dengan bobot serpih bagase 8:1 dan 12:1. Suhu pemasakan maksimum 160 C dengan tekanan yang terjadi pada suhu tersebut, waktu tuju ke suhu maksimum 69-90 menit, waktu pada suhu maksimum 90 menit. Proses ini bertujuan untuk memisahkan selulosa dari lignin (delignifikasi) melalui proses hidrolisis.
Gambar 5. Rotary digister
D. Pencucian Pulp
Pulp hasil pemasakan selanjutnya dicuci dengan menggunakan air. Proses ini bertujuan membebaskan pulp dari larutan pemasak. Pencucian dilakukan hingga pulp tidak mengandung lagi asam asetat yang ditandai dengan hasil cucian bening.
E. Disintegrasi
Gambar 6. Disintegrator
F. Penyaringan Pulp
Pulp disaring dengan menggunakan hidrolic screener. Hidrolic screener bekerja menyaring pulp yang telah menjadi serat-serat yang mandiri pada kisaran 80 mesh. Setelah pulp tersaring, dikeringkan dengan memasukkan pulp tersaring ke dalam centrifuge. Pulp hasil sentrifugasi ditimbang untuk ditentukan rendemennya.
G. Penggilingan Pulp
Pulp digiling dengan menggunakan niagara beater hollander. Untuk membuat lembaran pulp dengan gramatur kurang lebih 60 g/m2 atau untuk setiap lembaran dengan diameter 21,5 cm dibutuhkan pulp sebanyak 2,1783 g pulp kering oven.
Pulp sebanyak 234 g kering oven, ditambah air hingga mencapai 15,4 L kemudian dimasukkan ke dalam niagara beater hollander. Mesin dijalankan selama 15-20 menit. Uji derajat freeness pada waktu 0 menit dilakukan dengan mesin dalam keadaan beroperasi. Memberi beban 5500 g dan uji kembali derjat freeness pada waktu yang dikehendaki (sesuai penelitian). Pengujian derajat freeness dilakukan secara duplo hingga pulp mencapai 200-300 derjat freeness. Setelah waktu giling dicapai, angkat beban dan ambil sampel untuk pengujian derajat freeness dan untuk pembuatan lembaran.
Pengujian derajat freeness dilakukan dengan mengambil 200 mL suspensi pulp (setara dengan 3 g pulp kering oven) masukkan ke dalam gelas ukur dan tambahkan air sampai 1000 mL. Memasukkan ke dalam alat uji canadian standar freeness dan uji derjat freness-nya. Uji dilakukan secara duplo dengan menggunakan alat uji derajat freeness..
Gambar 7. Canadian Standar Freeness
H. Pembuatan Lembaran Pulp
Lembaran pulp dibentuk pada derajat kehalusan 200-300 derajat freeness. Suspensi pulp sebanyak 1430 ML dimasukkan ke dalam stock chest (pengaduk), ditambahkan air sampai 10 L untuk10 lembaran pulp. Bentuk lembaran dengan setiap pengambilan suspensi dari stock chest. Bentuk lembaran sampai suspensi dalam stock chest habis, yaitu 10 lembar pulp.
I. Pembuatan Lembaran Kertas
Proses membuat lembaran kertas dimulai saat pulp mulai masuk ke mesin kertas atau paper machine sampai dengan lembaran kertas tergulung rapi dalam gelondongan atau roll
2. 7. 2 Pengamatan
Pengujian sifat fisik meliputi ketahanan sobek, ketahanan lipat, dan sifat optik (derajat putih). Sampel yang akan diuji diambil dengan cara mengikuti aturan TAPPI T220 sp-96. Sebelum lembaran diuji sifat fisiknya, terlebih dahulu dilakukan conditioning dalam ruang uji dengan kelembaban nisbi 50+2% dan suhu 23+2 °C
2. 7. 3 Rendemen Pulp
Pulp hasil pemasakan (yang keluar dari centrifuge) ditimbang dalam keadaan basah (A g), kemudian diambil contoh pulp sebanyak B g dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 3 jam. Pengeringan diulang hingga dicapai bobot konstan selama 24 jam.
Rendemen dihitung dengan menggunakan rumus:
Rendemen %= C/B x A x 100%
A=Bobot total pulp basah
B=Bobot contoh pulp basah
C=Bobot contoh pulp kering
2. 7. 4 Sifat Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek adalah gaya yang diperlukan untuk menyobek lembaran kertas yang dinyatakan dalam gram gaya (gf) atau miliNewton (mN) yang diukur pada kodisi standar. Nilai ketahanan sobek dinyatakan dengan indeks sobek, yaitu ketahanan sobek dibagi dengan gramatur kertas (SNI 14-0436-1989). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat tearing tester
Ketahanan sobek dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
(1) jumlah total serat yang berpartisipasi dalam ketahanan fisik kertas,
(2) panjang serat,
(3) jumlah dan kekuatan ikatan antar serat (Casey, 1981).
Panjang serat merupakan faktor penting dalam ketahanan sobek.
Ketahanan sobek (KS) = S x 9.807
Indeks sobek (Nm2/kg) = KS/G
Keterangan : S = Ketahanan sobek contoh uji
G = Gramatur (gr/m2)
2. 7. 5 Ketahanan lipat
Ketahanan lipat adalah angka yang menunjukkan berapa kali kertas tersebut dapat dilipat sampai putus pada kondisi standar (SNI 14-0491-1989). Pengujian ketahanan lipat dilakukan dengan menggunakan alat folding tester. Menurut Casey (1981) ketahanan lipat adalah pengujian empiris yang mengukur jumlah lipatan yang dilakukan terhadap kertas sampai kekuatannya di bawah nilai standar (sampai kertas terbagi).
Ketahanan lipat adalah modifikasi penentuan ketahan kertas, tetapi hasilnya secara dominan dipengaruhi oleh kemampuan lengkung kertas. Dalam pengujian ini serat tidak terputus (rusak), tetapi ikatan serat akan berkurang secara bertahap yang menurunkan daya tahan kertas.
2. 7. 6 Derajat Putih
Derajat putih adalah perbandingan antara intensitas cahaya biru dengan panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan lembaran pulp dengan cahaya sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan magnesium oksida (MgO) pada kondisi sudut datang cahaya 45 dan sudut pantul 0 serta dinyatakan dalam % GE (SNI 14-0436-1989). Derajat putih diukur dengan alat brightness tester. Nilai derajat putih pulp bisa langsung dibaca pada alat.
Gambar 8. Brightness tester
2. 8 STANDAR UJI KERTAS dan KARTON SNI
Sifat Fisik
1 Cara uji ketahanan sobek kertas (Elemendorf) 14. 0436 – 1989
2 Cara uji ketahanan tarik dan daya regang lembaran pulp, kertas dan karton (Metode kecepatan pembebanan tetap) 14. 0437 – 1989
Cara uji ketahanan tarik dan daya regang lembaran pulp, kertas dan karton (Metode kecepatan pembebanan tetap) (revisi) 14. 0437 – 1998
3 Cara pengambilan contoh kertas dan karton 14. 1764 – 1990
4 Cara uji ketahanan tekan tepi kertas medium 14. 1560 – 1989
5 Cara uji kelicinan kertas (Metode Bekk) 14. 0586 – 1989
Sifat Kimia
6 Cara uji kadar abu kertas 14. 0442 – 1989
7 Cara uji ketahanan kertas dan karton terhadap jamur (revisi) 14. 1558 – 1998
8 Cara uji keasaman dan kebasaan kertas yang terekstraksi dalam air panas 14. 4990 – 1999
9 Cara uji ketahanan kertas dan karton terhadap jamur (revisi) 14. 1558 – 1998
10 Cara uji pH permukaan kertas 14. 4735 – 1998
11 Cara uji kuantitatif mineral pengisi dan mineral salut dalam kertas dan karton 14. 1039 – 1989
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Syarat bahan baku yang dapat dijadikan pulp dan kertas adalah bahan baku yang mempunyai serat yang panjang, luas dengan kadar hemiselulosa tinggi dan berdasarkan penelitian tentang dimensi serat, bagase yang dipakai untuk bahan baku pulp dan kertas oleh PT Kertas Leces, Probolinggo, rata-rata memiliki panjang serat 1,43 mm, diameter 10,33 nm, tebal dinding serat 0,68 nm, diameter lumen 8,51 nm, dan nisbah serat dengan diameter serat 138,43. Oleh karena itu ampas tebu memenuhi syarat tersebut untuk menjadi alternatif sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
3.2 Saran
Perlu dilakukan uji aktivitas lain untuk mengetahui hasil pulp dan kertas dari ampas tebu dengan menggunakan proses yang lain